Friday, February 21, 2014

Filled Under: , ,

Membangun Akhlak Bangsa

Share

Masih segar dalam ingatan, bagaimana para elite politik dan pemerintahan bersilang sengkarut tentang kasus Bank Century. Juga masih kentara dalam bayangan tentang kasus “cicak vs buaya” yang menghadapkan dua institusi penegak hukum di negeri ini. Semua seakan berpacu menyelimuti bangsa ini dengan buaian argumentasi yang terkadang jauh dari logika dan nalar, apalagi ajaran agama.


Ketika kasus mafia hukum mencuat, misalnya, semua orang seperti tercengang pada saat rekaman kongkalikong pihak-pihak yang terkait kasus mafia hukum dibuka di hadapan sidang Majelis Konstitusi. Bukan saja karena terbukanya “jual-beli” hukum, melainkan juga karena bangsa ini seperti menelanjangi diri sendiri yang kotor dan penuh lumpur.

Belum lagi kasus mafia pajak yang menyeret Gayus Tambunan menjadi pesakitan. Negeri ini semakin terkuak bagaikan hutan belantara, di mana yang kuat menjadi pemangsa bagi yang lemah dan hukum begitu mudah dipecundangi. “Ya, memang begitulah hukum manusia. Tidak seperti hukum Allah yang pasti dan dijamin kebenarannya,” kata H. Muhammad Yasin, pengasuh Majelis Pengajian Al-Ihsan di Bandung. Menurut H. Yasin, tidak ada hukum manusia yang bisa menandingi hukum Allah.
Hukum manusia masih bisa dipermainkan dan dicari celah untuk “diatur” sesuai dengan kepentingan masing-masing, sedangkan hukum Allah tidak bisa lagi diutak-atik.
Tampaknya kebohongan, rekayasa, dan kemunafikan pun semakin menjangkiti bangsa ini. Kejujuran menjadi barang langka. Padahal, “Islam itu mulai dari kejujuran. Jika tidak ada kejujuran, agama akan runtuh,” kata Achmad Subianto. Mantan pejabat di beberapa BUMN yang kini banyak mencurahkan perhatian pada upaya memakmurkan masjid dan pemberdayaan umat itu menyayangkan berbagai kebohongan dan ketidakjujuran yang terjadi pada bangsa ini.

Dalam bidang ekonomi, misalnya, Achmad Subianto menyoroti ekonomi syariah yang diterapkan di Tanah Air. Menurut dia, bank syariah di negeri ini juga masih bermasalah karena uangnya tidak syariah. “Seharusnya uang syariah itu halal, dijamin dengan emas,” katanya.

Begitu pula di APBN, Achmad Subianto menyatakan, harus dipisahkan antara “rekening halal” dan “rekening haram”. “Di Malaysia, APBN dibagi dua rekening: halal-haram. Judi di Malaysia masuk APBN, rekeningnya tersendiri. Nah, di sini rekeningnya satu, 502. Pajak alkohol, rokok, masuk jadi satu. Jadi, nila setitik, rusak susu sebelanga,” ujarnya. Begitu pula aparaturnya. Padahal, kata Achmad Subianto, aparatur itu adalah amir, yang akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.

Sudah separah itukah akhlak bangsa ini?

Bersambung...

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih untuk kesediaannya bertandang dan sekedar mencoretkan beberapa jejak makna di blog ini. Sekali lagi terimakasih. Mohon maaf jika kami belum bisa melakukan yang sebaliknya pada saudara-saudari semua.