Friday, January 31, 2014

Filled Under: , , , ,

Masjid Multifungsi

Share
Masih bercerita tentang perjalanan Junaedi, melanjutkan dua tulisan sebelumnya yang berjudul Semarakkan Masjid Pancarkan Syiarnya dan Pancaran Syiar Masjid, kami melanjutkannya kini dengan edisi Masjid Multifungsi.


Sebagian masjid malah menjadi tempat mangkal puluhan pengemis. Masjid lantas menjadi ikon ketimpangan: bangunan mewah yang berdampingan dengan permukiman miskin. Ada pula masjid yang lebih sibuk berdandan, tapi abai pada lingkungan. Programnya renovasi interior, perbaikan menara, menambah lantai atas, atau sekadar modifikasi pagar.

Sebagai pendukung, kotak amal terus-menerus digelar di jalanan. Kadang mengganggu kenyamanan. Keberadaan wakaf masjid, dalam hal ini, kerap malah menjadi beban pengurus dan masyarakat sekitar. Padahal, masjid bisa dikelola agar produktif dan memberi nilai tambah. Tidak hanya menjadi pengumpul sedekah.

Payung hukum yang bisa dipakai adalah ketentuan wakaf. Sebagian besar tanah masjid adalah wakaf. Yakni properti pribadi yang diserahkan menjadi milik Allah agar dimanfaatkan bagi kepentingan ibadah dan kemaslahatan umat. Dengan logika wakaf, tanah masjid bisa digunakan untuk berbagai usaha produktif, sejauh tidak bertentangan dengan prinsip Islam.

Masjid Nabawi pada masa Nabi pun sudah memberikan teladan bahwa fungsinya tidak sekadar ibadah. Usaha produktif juga mewarnai pola pengelolaan Masjid Nabawi masa kini. Sebagian lahan wakafnya disewakan untuk hotel berbintang. Keuntungannya diputar untuk operasional rutin masjid dan kegiatan sosial.

Masjid Al-Azhar Kairo, Mesir, dengan sejumlah tanah wakafnya, juga dikembangkan dengan orientasi profit. Antara lain disewakan untuk kantorkantor pemerintahan. Al-Azhar sudah lama menjadi ikon “gudang uang” pendidikan karena mampu memberikan beasiswa kepada seluruh mahasiswanya.

Dari titik inilah, maka pengelolaan masjid harus benar-benar diperhatikan. Masjid harus dikelola dengan manajemen yang rapi dan baik, sehingga masjid yang multifungsi itu dapat benar-benar terwujud. Jangan sampai apa yang disinyalir oleh Rasulullah SAW terjadi pada masjid-masjid di Tanah Air, sebagaimana termaktub dalam hadis berikut ini.
“Dari Ali bin Ali Thalib RA, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: ‘Sudah hampir tiba suatu zaman, kala itu tidak ada lagi dari Islam kecuali hanya namanya, dan tidak ada dari Al-Quran kecuali hanya tulisannya.

Masjid-masjid mereka indah, tapi kosong dari hidayah. Ulama mereka adalah sejahat-jahat makhluk yang ada di bawah kolong langit. Dari merekalah keluar fitnah dan kepada mereka fitnah itu akan kembali.” (H.R. Al-Baihaqi dari Ali bin Abi Thalib RA).
Karena itulah, setiap muslim harus berupaya semaksimal mungkin agar masjid-masjid yang telah didirikan dapat benar-benar difungsikan untuk kepentingan umat. Untuk itu, diperlukan pengelolaan masjid yang profesional. Dalam pandangan Aa Gym, pengelolaan masjid itu harus diserahkan kepada ahlinya. “Seharusnya bukan dengan sisa waktu, sisa tenaga, tetapi memang dikelola oleh para ahli manajemen masjid yang memiliki keilmuan agama yang baik, kebeningan hati, dan profesional,” ujar Aa Gym.

Bersambung

0 comments:

Post a Comment

Terimakasih untuk kesediaannya bertandang dan sekedar mencoretkan beberapa jejak makna di blog ini. Sekali lagi terimakasih. Mohon maaf jika kami belum bisa melakukan yang sebaliknya pada saudara-saudari semua.